Polemic pelanggaran kode etik kepada William Aditya

Pasca kasus lem aibon yang sempat viral beberapa waktu lalu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta William Aditya Sarana dituduh melakukan pelanggaran kode etik. Dirinya pun dilaporkan ke Badan Kehormatan DPRD DKI Jakarta karena mempublikasikan anggaran ganjil pada draf KUAPPAS untuk APBD 2020.

 

William Aditya menjalani pemeriksaan Badan Kehormatan

Akibat tindakannya tersebut William harus menjalami pemeriksaan Badan Kehormatan. Berikutnya politisi muda tersebut harus menjalani sanksi yang akan dijatuhkan oleh pimpinan DPRD DKI Jakarta. Hal ini sesuai rekomendasi dari Badan Kehormatan bahwa nasib William akan ditentukan oleh Prasetio Edi Marsudi Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi.

 

Achman Nawawi, Ketua Badan Kehormatan DPRD DKI Jakarta menyatakan bahwa sanksi Wiliam terserah kewenangan pimpinan, artinya bisa dalam bentuk teguran, lisan, atau tertulis. Pasca menjalani pemeriksaan, kemungkinan besar William hanya mendapatkan sanksi tertulis karena dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukannya pun termasuk kecil.

 

Dari pihak Anggota Badan Kehormatan sendiri, mayoritas berpendapat bahwa William sebagai anggota DPRD DKI memang bersikap kritis. Ini karena dirinya berani mengkritisi kinerja eksekutif. Walaupun demikian Badan Kehormatan di sisi lain juga merasa bahwa ada kejanggalan dalam sikap William. Ini karena keputusannya mempublikasikan di media sosial anggaran janggal yang terdapat dalam KUA-PPAS untuk APBD 2020 dinilai berlebihan.

 

Sejatinya sebelum dipublikasikan anggaran yang dinilai janggal tersebut dapat dibahas secara internal antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta baik dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan serta kepala dinas.

 

Sikap William dinilai tidak proporsional  

Selain janggal, lebih jauh pihak Badan Kehormatan pun menilai sikap anggota DPRD DKI tersebut tidak proporsional. Ini karena anggota DPRD 23 tahun ini tidak dapat memenuhi sikap proporsional anggota legislatif yang tercantum pada tata tertib DPRD DKI Pasal 13. Tata tertib tersebut berisi bahwa anggota DPRD seharusnya bersikap proporsional, professional, dan adil.

 

William seharusnya tak memiliki kewenangan untuk mempublikasikan kepada masyarakat tentang anggaran yang dinilai janggal tersebut karena bukan termasuk komisinya. Nahwawi menyatakan bahwa ketidakproporsionalan sikap William tersebut, pertama karena dia bukanlah anggota komisi E yang tak berwenang dalam bidang pendidikan.

 

Sebelumnya diketahui William mengunggah anggaran lem aibon dengan nilai fantastis yaitu Rp 82,8 miliar serta anggaran pulpen yang tak kalah fantastis, yaitu Rp 123 miliar rupiah pada plafton anggaran Dinas Pendidikan. Dinas pendidikan sendiri bernaung di bawah Komisi E DPRD DKI Jakarta, sementara William sendiri merupakan anggota Komisi A yang membidangi pemerintahan.

 

Lebih lanjut Ketua Badan Kehormatan tersebut juga menyayangkan sikap William. Dirinya seharusnya hanya berwenang untuk mengerjakan yang termasuk dalam komisinya. Dengan adanya peristiwa yang sempat menggegerkan masyarakat Indonesia di dunia maya tersebut, Badan Kehormatan harus membuat laporan terjadi pelanggaran kode etik.

 

Menurut Nahwawi, seluruh anggota Badan Kehormatan sepakat bahwa William memang melakukan sedikit kekeliruan. Kesalahannya adalah telah bertindak tidak proporsional. Sementara Justin Adrian Untayana, Wakil Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta, justru menyesalkan tindakan Badan Kehormatan yang merekomendasikan sanksi berupa teguran terhadap politisi muda PSI tersebut.

 

Baginya William hanya mengatakan fakta tentang anggaran janggal yang pada akhirnya memang slot server thailand diakui oleh Pemrov DKI. Selain itu sikap berani William juga merupakan perwujudan dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 yang menyangkut Keterbukaan Informasi Publik, termasuk tentang anggaran. Lebih lanjut Justin mengatakan bahwa William sejatinya tidak mengumbar kebohongan kepada masyarakat.

 

Di sisi lain Justin mengkhawatirkan bahwa rekomendasi berupa teguran lisan tersebut justru akan menghambat pergerakan anggota DPRD DKI untuk berterus-terang kepada masyarakat terkait soal anggaran.