Ketakutan dan Diskriminasi Muslim India

Sebagaimana banyak warga Muslim di India, Rikat Hashmi, berkata bahwa ia sekarang meraas cemas hidup sebagai seorang Muslim di India, sesuatu yang bahkan tak pernah terjadi di masa kecilnya. Dan seperti Muslim lainnya di India, ia sekarang merasa tidak nyaman karena memikirkan bagaimana masa depannya. Akan kah ia ditolak kerja karena agamanya? Akan kah ia diusir dari rumahnya? Akan kah ia diserang oleh gerombolan? Dan akan kah ketakutan ini berakhir? Ini lah secarik harapannya dilansir dari BBC Indonesia.

Ketakutan Rikat Hasmi Sebagai Muslim India

“Sabar,” itu lah yang dikatakan oleh ibunya sesudah terjadi kekerasan di kampus-Jamia Millia Islamia, tepatnya di New Delhi.

Mahasiswa pada saat itu dipukuli, ditembaki dengan gas air mata di perpusatakaan dan juga kamar mandi dan juga diteror dengan segala hal yang dianggap perlu untuk menghentikan protes mereka pada undang-undang yang baru disahkan.

Undang-Undang yang dimaksud adalah Undang-Undang yang memberikan kewarganegaran pada enam penganut agama yang yang dipersekusi di Pakistan, Bangladesh dan Afghanistan, namun tidak untuk Muslim. Secara khusus, Muslim dikecualikan dan didiskriminasi. Dan ini lah yang jadi intisari protes mahasiswa tersebut.

Lalu mengapa polisi kemudian menyerang mereka?

Menurutnya, polisi menyerang karena ini adalah akibat dari mahasiswa yang mana membakar mobil sehingga muncul lah respons. Namun, mana buktinya? Katanya mereka tidak menembak, namun lihat lah mahasiswa yang terluka di rumah sakit.

Rikat Hasmi kuliah di kedokteran gigi dan selama ia mengikuti perkuliahan, ia banyak menyaksikan protes damai. “Saya tidak pernah menjadi bagian dari protes ini, yang mana kemudian berubah menjadi bentrokan dengan kekerasan. Namun saya jadi korban sesudah kejadian. Polisi melancarkan serangan besar-besaran pada mahasiswa,” katanya.

“Saya ingat, saya melolong ketakutan ketika polisi menghampiri hostel tempat kami. Kami matikan lampu dan mencoba untuk tidak kelihatan. Malam berlalu dan syukur lah kami selamat. Namun ada yang jelas sekarang: tak peduli apa kami kritis atau tidak, namun sekarang sudah jadi target. Kami, Muslim India yang baru,” imbuhnya lagi.

Akibat Protes Mahasiswa

Ia ingat saat masih kanak-kanak, ia sering terbangun mendengar lagu-lagu kebaktian Hindu. Mereka adalah satu-satunya keluarga Muslim di lingkungan yang mana beragama Hindu di Negara Bagian Odisha yang dulu bernama Orissa. Mereka selalu merayakan festival bersama-sama dan akan memakaikan inai di tangannya saat momen Idul Fitri.

“Saya dan kakak dan adik bakal ke rumah mereka pun ikut merayakan festival Navatri (Sembilan malam) utnuk merayakan kemenangan dan kebaikan atas kejahatan. Beberapa teman yang beragama Hindu bakal datang makan nasi biryani yang dicampur daging dan rempah yang berlimpah,” katanya.

Tidak ada masjid di sekitar rumahnya namun tidak masalah. Ayah mereka tak terlalu taat beragama slot terpercaya sedangkan ibu melakukan salat 5 kali sehari di rumah. Ia bersekolah di sekolah Hindu namun perbedaan agama tak pernah jadi masalah.

Hanya sekali ada seorang anak yang bertanya padanya: “Katanya Muslim tak mandi tiap hari ya?” dan ia pun tertawa. Jawabnya hanya, “Kami Muslim tentunya mandi tiap setiap hari.”

Agama jadi bagian hidupnya namun ia tak pernah terlalu sadar akan identitasnya sebagai seorang Muslim. Sampai akhirnya sekarang. Ia menganggap kekuatan dari luar tengah memecah belah mereka dan ia tak yakin apa pengalaman masa kecil ini bisa bertahan.